Dampak atau Pengaruh Negatif COVID19 Terhadap Perekonomian Indonesia

Koronavirus atau coronavirus adalah sekumpulan virus dari subfamili Orthocoronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales. COVID-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina,Italia dan ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyebabkan penderitanya mengalami gejala flu, seperti demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala, atau gejala penyakit infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada,hingga kematian. Namun, secara umum ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona, yaitu:
·         Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celcius)
·         Batuk
·         Sesak napas

Menurut penelitian, gejala COVID-19 muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah terpapar virus Corona. Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
·         Tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita COVID-19
·        Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh benda yang  terkena cipratan air liur penderita COVID-19
·        Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19, misalnya bersentuhan atau berjabat tangan
Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih berbahaya atau bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil, orang yang sedang sakit, atau orang yang daya tahan tubuhnya lemah.

   Penyebaran virus ini membawa dampak kepada semua aspek yaitu pendidikan,olahraga,hiburan, hingga yang lebih parah yaitu perekonomian dunia, baik dari sisi ekonomi, bisnis, investasi, maupun pariwisata. Saat ini, World Health Organization (WHO) telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemic. Di Indonesia Pemerintah memproyeksikan beberapa skenario pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kemungkinan perkembangan kasus covid-19. Skenario terburuk terjadi jika penyebaran kasus covid-19 berlangsung 3-6 bulan, diberlakukan lockdown, dan perdagangan internasional drop hingga di bawah 30%, maka diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di kisaran 0 – 2,5 %.

   Virus corona juga menjatuhkan nilai tukar rupiah. Pada Senin (23/3), harga jual dolar Amerika Serikat di lima bank besar menembus Rp 17.000. Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate atau JISDOR menempatkan nilai rupiah di posisi 16.608 per dolar Amerika. Mengutip Bloomberg, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam di Asia. Angka itu juga merupakan yang terendah sejak krisis pada Juli 1998. Hari berikutnya, rupiah hanya menguat 0,45 % ke level 16.500 per dolar AS.


Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar. Selain itu, penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal China menjadi pusat produksi barang dunia. Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih berhati-hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga memengaruhi proyeksi pasar. Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi pasarnya berubah.

   Dalam kasus Covid-19, masa karantina yang disarankan adalah selama 14 hari, lebih dari jatah cuti tahunan karyawan. Semakin banyak pekerja yang terinfeksi, semakin tinggi pula biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Kenaikan harga barang, ditambah penghasilan yang menurun akibat penyakit (jika tidak di-PHK) adalah kombinasi fatal pemukul daya beli. Pemerintah harus mengantisipasi merosotnya konsumsi yang selama ini jadi penyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka, kuncinya adalah realokasi anggaran. Pemerintah perlu mempercepat pengajuan rancangan APBN Perubahan 2020 dan mendorong pemerintah daerah melakukan hal yang sama. Jika itu tak dilakukan, praktis pemerintah hanya bisa memakai dana tanggap darurat sebesar Rp 5 triliun. Berdasarkan perhitungan kembali anggaran yang dilakukan Kementrian Keuangan, terdapat dana Rp121,3 triliun yang bisa digunakan utnuk menangani bencana nasional, covid-19. Dana tersebut terdiri dari Rp62,3 triliun dana APBN dan Rp59 triliun dana transfer daerah. Tidak itu saja, dengan transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp850 triliun, seharusnya daerah bisa juga realokasi anggarannya. Proses realokasi anggaran sangat praktis dan simpel hanya membutuhkan waktu dua hari.

   Melihat usaha pemerintah yang telah dilakukan kita sebagai masyarakat juga bisa ikut membantu dengan cara tetap dirumah dan tidak keluar rumah jika tidak dalam keadaan mendesak. Jangan panic buying membeli barang kebutuhan secara berlebihan untuk menumpuk stok sehingga masyarakat yang tidak kebagian akan kesusahan mencari barang kebutuhan. Karna waktunya berdekatan dengan bulan Ramadhan dan lebaran Idul Fitri,sementara di anjurkan untuk tidak mudik terlebih dahulu dikarenakan penyebaran virus covid-19 sangat cepat. Jaga kesehatan dengan minum vitamin dan olahraga yang cukup serta usahakan juga berjemur di pagi menjelang siang. Patuhi aturan pemerintah jangan jadikan pemerintah pajangan dan mengacuhkan aturan-aturan yang dibuat. Semua aturan yang pemerintah buat itu demi kebaikan masyrakatnya juga maka patuhilah.


















Referensi :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penjelesan tentang Cloud Computing, Mobile Computing, Ubiquitous Computing,Grid Technology, Nano Science

Artikel Tentang Kepolisian

Virtual Reality(VR)